skip to main |
skip to sidebar
Oleh: Muh. Husen*
Keberhasilan bisnis perikanan budidaya (akuakultur) tidak lepas dari ketersediaan benih ikan. Sebab benih adalah awal dari suatu proses budidaya. Karena itu kualitas benih harus benar-benar bagus. Dengan kata lain, mutlak diperlukan suatu jaminan yang menyatakan bahwa kondisi benih suatu ikan sesuai standar benih yang berkualitas ketika akan digunakan. Dan jaminan yang tertulis berarti sertifikat.
Benih ikan dikatakan berkualitas bagus setelah memenuhikualifikasi tertentu. Lazimnya barang dagangan apakah dibakukan atau tidak semuanya memiliki kualifikasi yang diakui oleh masyarakat. Kalau masyarakat sudah percaya akan mutunya karena kualifikasinya memenuhi selera, otomatis akan menjadi dagangan yang laris.
Produsen akan mempertahankan mutu barangnya. Tetapi masyarakat konsumen toh tetap akan meminta jaminan akan mutu itu. Jaminan akan datang baik secara internal yaitu dari pihak produsen sendiri ataupun secara eksternal yakni dari pihak ketiga.
Memiliki Legislasi
Benih ikan bersertifikat saat sekarang sangat dibutuhkan dan mesti diberlakukan. Selain untuk mengantisipasi pasar global juga untuk melindungi konsumen benih. Pada dasarnya benih ikan bersertifikat sudah diatur sejak diterbitkannya Keputusan Menteri (Kepmen) PertanianPertanian nomor 26/kpts/OT.210/1/98 tentang Pedoman Pengembangan Perbenihan Perikanan Nasional, Kepmen Pertanian nomor 1042.1/kpts/IK.210/10/1999 tentang Sertifikasi dan Pengawasan Benih Ikan, Kepmen Kelautan dan Perikanan nomor 07/Men/2004 tentang Pengadaan dan Peredaran Benih Ikan, Kepmen Kelautan dan Perikanan nomor 02/Men/2007 tentang Cara Budidaya Ikan yang Baik,dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomorPer.24/Men/2008 tentang Jenis Ikan Baru yang Akan Dibudidayakan.
Dalam legislasi tersebut, yang dimaksud benih meliputi pengertian benih bina dan benih sebar karena benih berasal dari kedua induk (jantan dan betina) maka disebutkan pula pengertian, induk penjenis, induk dasar,dan induk pokok. Khusus untuk Jawa Barat(Jabar)keharusan benih ikan bersertifikat yang beredar di masyarakat tertuang dalam Peraturan GubernurJabar nomor 69/2011 tentang Peningkatan Produksi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan 2012.
Ada Konsekuensi
Telah ditetapkannya aturan perbenihan ikan maka seyogyanya para produsen benih untuk selalu berhati-hati berhadapan dengan konsumen benih. Sebab begitu benih jualannya itu sudah masuk kualifikasi “benih bina” (benih dari ikan yang telah dilepas/dirilis pemerintah), benihnya itu harus bersertifikat.
Peredaran benih kualifikasi benih bina itu harus melalui sertifikasi serta memenuhi standar mutu yang ditetapkan pemerintah dalam hal ini Badan Standardisasi Nasional (BSN). Barang siapa mengedarkan benih bina yang tidak sesuai dengan ketentuan kalau sengaja maka konsekuensinya akan dikenakan sanksi sesuai dengan amanat pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undangnomor 9/1985 tentang perikanan.
Bagaimana agar benih ikan bersertifikat? Sesuai keputusan/peraturan menteri tersebut bahwa benih ikan dihasilkan oleh para penangkar baik bersifat perorangan maupun badan usaha dan diharuskan memiliki izin usaha. Selanjutnya para penangkar ini mengajukan permohonan kepada instansi/lembaga yang sudah terakreditasi serta telah ditetapkan sebagai lembaga sertifikasi yang terdiri atas lembaga sertifikasi sistem mutu, sertifikasi produk, sertifikasi inspeksi teknis, sertifikasi personil,dan sertifikasi hasil uji.
Mikro alga dapat menggantikan lebih dari sepertiga tepung kedelai pada ransum pakan ayam dan babi, dapat menjadi sumber protein alternatif bagi ternak dengan kandungan hingga 70 %
Alga kian jadi buah bibir. Berbagai lembaga penelitian dan perusahaan di Eropa dan Amerika Serikat seolah berlomba meneliti lebih jauh potensi tanaman laut yang kaya akan mineral, vitamin, protein, lemak, dan pigmen ini.
Bahkan perusahaan nutrisi ternak dan akuakultur Olmix yang berbasis di Perancis yakin bahwa alga merupakan solusi saat ini dan masa depan untuk kebutuhan bahan baku pakan. ”Alga merupakan revolusi biru untuk ilmu dan industri kimia yang berkelanjutan,” ungkap CEO Olmix, Herve Balusson saat membuka simposium perusahaannya tentang alga belumlama ini.
Balusson memaparkan, ada 3 jenis makro alga yang umum dikenal, yaitu ganggang coklat, merah, dan hijau. Warna ketiga makro alga ini ditentukan oleh pigmen penyusunnya. Makro alga mengandung berbagai mineral seperti potasium, fosfor, magnesium, kalsium, sodium, klorin, sulfur, besi, iodin, dan seng. Namun kandungan proteinnya tidak selalu tersedia, sebab terikat dengan fenol.
Ekstrak makro alga sejak 30 tahun lalu telah dimanfaatkan sebagai antibiotik, antioksidan, dan pigmen. Sementara kandungan polisakaridanya, seperti alginat dan karaginan banyak dijadikan sebagai bahan pengikat. Kata Balusson, yang terbaru dan jadi perhatian perusahaan-perusahaan nutrisi ternak adalah kandungan lemak dari makro alga yang merupakan sumber asam lemak omega 3.
Terkait Olmix, sejak 1995 Olmix telah memanfaatkan polisakarida dari ganggang hijau yang disebut ulvan pada produknya. Dari hasil penelitian Olmix, ulvan dapat meningkatkan kapasitas atau daya ikat dari montmorillonite clay (bahan pengikat mitotoksin) alami dengan cara melebarkan jarak antar ruang dari clay tersebut. Montmorillonite clay yang telah dikombinasi dengan ulvan secara nanoteknologi ini kemudian dipatenkan Olmix.
Masih dengan memanfaatkan polisakarida makro alga, khususnya MSP (Marine Sulfated Polysaccharide), Olmix juga menciptakan produk nutrasetika (perpaduan antara nutrisi dan farmasetika) untuk hewan ternak dan akuakultur. Produk ini merupakan kombinasi MSP dengan asam lemak, vitamin, asam amino, mineral, dan clay. Manfaatnya sebagai agen immunomodulasi, anti infeksi, dan mengatur kesehatan saluran pencernaan.
Diceritakan oleh Regional Manager Olmix, Guy Jaeckel, saat ini Olmix sedang menjalankan proyek riset terbaru yang diberi nama Ulvans. Proyek ini ditujukan untuk menemukan produk-produk baru asal alga dengan memanfaatkan teknologi hidrolisis enzimatik dan teknik separasi. Tidak hanya produk nutrisi ternak, tapi juga produk kesehatan ternak dan tumbuhan, serta produk penyubur tanah.
Mikro Alga
Yang tak kalah menarik bagi pelaku sektor nutrisi dan farmasetika adalah mikro alga. Namun jumlahnya yang beragam dan terbagi ke dalam banyak kelompok, membuat para peneliti memfokuskan pada beberapa spesies saja.
Seperti yang dilakukan oleh perusahaan nutrisi ternak dan akuakultur Alltech yang berbasis di Amerika Serikat. Perusahaan yang juga menaruh perhatian besar pada alga ini memfokuskan penelitiannya pada 4 spesies mikro alga: Arthrospira, Chlorella, Dunaliella, danHaematococcus.
James Pierce yang staf Alltech memaparkan, keempat spesies mikro alga tersebut. Arthrospira mengandung 55 % – 60 % protein kasar. Protein kasar Arthrospira ini memiliki nilai biologis yang tinggi dan sangat tahan panas. Kemudian, Chlorella yang mengandung protein hingga 45 %. Chlorella juga dapat menjadi sumber asam lemak omega 3 yang sangat baik.
Bisnis ikan ikan hias masih dibayangi kendala musiman, sehingga harga jual gampang jatuh dari tahun ke tahun
Tren ikan hias dunia saat ini telah bergeser. Ikan-ikan hias ukuran kecil seperti guppy dan rasbora galaxy, serta udang hias kian banyak digemari. Pasalnya memelihara ikan hias modelaquascapeberukuran mini sedang populer. Informasi ini disampaikan oleh Manajer Peta Aquarium, Ignatius Mulyadi kepada TROBOSAqua belum lama ini.
Tren ikan hias ukuran kecil itu sebenarnya sudah terlihat sejak 6 tahun lalu, namun Mulyadi menyayangkan, ”Masih banyak produsen-produsen ikan hias lokal yang masih saja budidaya ikan hias ukuran besar. Padahal orang luar negeri sudah beralih semua ke ikan hias ukuran kecil.”
Dari tren ikan hias ukuran kecil itu, tutur Mulyadi, udang hias yang paling dicari-cari. ”Ada stok puluhan ribu ekor pun pasti habis dibeli eksportir,” ungkapnya. Udang hias yang dicari-cari itu adalah jenis red bee, black bee, dan golden. Jenis red bee dan black bee, harganya berkisar antara Rp 6.000 – Rp 6.500 per ekor ukuran 1,2 cm. Sementara jenis golden sekitar Rp 10.000 per ekor dengan ukuran yang sama.
Membudidayakan ketiga udang hias itu butuh ketelatenan, kata Mulyadi. Temperatur harus dikontrol pada kisaran 23 – 24 oC. Lalu pH di kisaran 7 – 7,2. Untuk pakan, bisa diberikan cacing darah beku, tetra bits, atau pelet udang. ”Bila suhu dan pH-nya tidak sesuai, pasti udang-udang itu akan mati. Sangat sensitif sekali,” ujarnya.
Meski permintaan tak terbatas, saat ini per bulan Peta Aquarium hanya mampu memproduksi udang hias sebanyak 10 ribuan ekor saja. Ini pun bukan hasil budidaya sendiri, tapi juga dipasok oleh 8 pembudidaya mitra yang bekerjasama dengan Peta Aquarium melalui model inti-plasma.
Tantangan
Usut boleh usut, ternyata Peta Aquarium merupakan pencipta ikan palmas jenis albino. Ikan palmas jenis baru ini berhasil diciptakan pada 2001. Namun sayangnya, ikan ciptaan Peta Aquarium ini malah menang juara 1 di kontes ikan hias di Aquarama atas nama orang Singapura.
”Ceritanya, ikan ini dipromosikan oleh orang Singapura, tapi tak disangka ia mengaku kalau ikan ini ciptaan dia. Untungnya di 2003, pada pameran yang sama, saya bawa induk ikan ini beserta foto-foto budidayanya lengkap. Dan akhirnya orang sedunia tahu bahwa Peta Aquarium-lah penciptanya,” tutur pria jebolan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor yang gemar menyilangkan jenis-jenis ikan hias ini.
Kejadian klaim oleh Singapura itu tidak terjadi sekali atau 2 kali saja, tapi berkali-kali pada para produsen ikan hias lokal. ”Singapura itu pintar memanfaatkan momentum. Dan pemerintahnya pun gencar melakukan promosi bila ditemukan jenis ikan hias baru,” kata Mulyadi. Karena itu, ia berharap agar pemerintah Indonesia juga melakukan hal yang serupa. Serta bantu memfasilitasi proses pengajuan paten dari ikan-ikan hias yang berhasil diciptakan agar tidak diklaim seenaknya oleh pihak asing.
Salahsatu masalah utama yang dihadapi oleh para produsen ikan hias lokal adalah harga yang gampang jatuh dari tahun ke tahun(musiman), menurut Mulyadi. Sebagai contoh, ikan palmas albino. Di 2001 harganya bercokol di angka Rp 50.000 per ekor, lalu naik menjadi Rp 250.000 per ekor dan bahkan di Jepang sempat menembus angka US$ 1.000per ekor. Tapi sungguh menyedihkan, sekarang ikan kreasi anak bangsa ini hanya dihargai sekitar Rp 2.000 – Rp 3.000 saja per ekor.
Contoh lain adalah pada udang hias jenis red bee. Pada awal kemunculannya, harga jual udang ini bisa menembus Rp 150.000 per ekor. Namun selang beberapa tahun saja, harganya langsung meluncur ke angka sekitar Rp 6.000per ekor.
Selain karena faktor banjirnya pasokan, menurut Mulyadi, gampang jatuhnya harga itu juga dikarenakan faktor ketidakkompakan para produsen dan eksportir. ”Saling banting harga,” cetusnya. Karena itu, Mulyadi berharap bila memang memungkinkan, agar pemerintah membuat harga patokan agar ketidakkompakan dan saling banting harga dapat dihindari, karena ada standar harga yang diacu oleh para produsen dan eksportir.
Dari campuran bahan baku sisa pasar dapat dibuat pelet ikan dengan kandungan protein 30% dan harga hanya Rp 6.500/kg
Lisa Mudar bukanlah nama sesosok gadis jelita melainkan singkatan untuk pakan Limbah Pasar Murah dan Bergizi karya Priyandaru Agung E.T. Pria muda yang saat ini masih tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Brawijaya Malang tersebut,kini sedang giat mengintroduksi ramuan pakan temuannya ke para pembudidaya ikan air tawar. “Saya memang hobi melakukan survei-survei ke beberapa daerah sentra perikanan, ternyata ujung masalahnya sama, yaitu harga pakan yang terus naik,” tutur Ndaru, panggilan akrabnya kepada TROBOS Aqua.
Beberapa daerah di Jawa Timur mulai dari Banyuwangi hingga Gresik pernah Ndaru kunjungi. Mahasiswa angkatan 2008 itu lalu menyimpulkan bahwa memang harga pakanlah yang menjadi momok bagi para pembudidaya ikan. Situasi ini makin runyam tatkala mayoritas pembudidaya masih sangat tergantung pakan pabrikan.
Alhasil mereka harus menerima dengan lapang dada berapapun harga pakan dari pabrik. “Hal itulah yang memotivasi saya dan teman-teman dari FPIK untuk menciptakan formulasi pakan sendiri dengan bahan-bahan yang murah dan mudah didapat,” ujar pemuda asal Jember ini.
Kol dan Sawi
Setelah melalui berbagai pertimbangan matang, akhirnya Ndaru menjatuhkan pilihannya pada limbah pasar sebagai bahan pakan. Yaitu sisa-sisa kubis dan sawi yang sudah tidak laku. “Sisa kubis dan sawi bisa didapatkan secara gratis karena tidak terpakai lagi, kalaupun membeli harganya tidak lebih dari Rp 400 per kilogram,” katanya.
Untuk daerah Malang, dia biasa mendapatkan limbah sayur ini di Pasar Besar Kota Malang, Pasar Blimbing, Pasar Klojen,serta Pujon. Selain sisa kubis dan sawi, bahan lain untuk meracik Lisa Mudar adalah tepung ikan, tepung kedelai, serta dedak. Penggunaan bahan-bahan selain limbah dimaksudkan untuk mengatrol kandungan nutrisi lain yang tentu saja tidak bisa dicukupi dari limbah.
Sementara untuk meningkatkan kandungan protein, terlebih dahulu Ndaru memfermentasi sisa kubis dan sawi menggunakan Lactic Acid Bacteria (Bakteri Asam Lakta /BAL) sebagai starter. “Lisa Mudar ini kandungan proteinnya mencapai 30%, harganya hanya Rp 6.500 per kg. Murah kan?” ujarnya tersenyum.
Lelaki kelahiran 23 Februari 1990 ini membandingkan, dengan kandungan protein yang sama, harga pakan dari pabrik bisa tembus hingga Rp 12.000 per kg. “Ada pakan dari pabrik yang harganya sama, tapi kandungan proteinnya hanya 14%, bukan 30%,” jelasnya.
Selisih harga yang hampir dua kali lipat tersebut diharapkan mampu memberikan harapan kepada para pembudidaya bahwa ternyata masih ada pakan murah untuk ikannya. “Niatnya memang tidak hanya berwirausaha, melainkan juga ingin membantu para pembudidaya yang kerap mengeluhkan mahalnya harga pakan,” tutur Ndaru.
Di lapangan, Ndaru dan tim sering menemui kejadian-kejadian yang berseberangan dengan teori yang dia peroleh di kampus. Ia mencontohkan, ada beberapa pembudidaya lele yang memberikan pakan bentuk terapung untuk ikannya. Ketika ditanyakan, pemiliknya berujar bahwa dengan memberikan pakan terapung dia bisa tahu ikannya sudah makan atau belum. “Lele kan jenis ikan dasar, kalau diberi pakan jenis terapung, energi ikan akan terbuang untuk mengambil pakan ke permukaan, sehingga tidak optimal untuk pertumbuhan,” jelasnya setengah berteori.
Oleh: Salman Haris Fuadi DVM*
Zat aktif yang terkandung dalam phytogenicdapat meningkatkan performa, terutama untuk menekan konversi pakandan meningkatkanbobot badan
Phytogenic
merupakan kelompok Natural Growth Promotor (NGP) yang diperoleh dari herbal, rempah-rempah dan tumbuhan lain yang terdiri dari ekstrak tanaman, minyak esensial,dan zat aktif lainnya. Substansi phytogenic telah dikenal dan dipergunakan sejak ribuan tahun yang lalu oleh bangsa Mesir kuno dan Cina untuk tujuan pengobatan maupun penggunaan sehari-hari sebagai penyedap makanan.
Substansi derivat tumbuhan yang juga dikenal sebagai phytogenicini memiliki sejumlah kegunaan antara lain sebagai penambah rasa (flavouring), anti oksidan, anti jamur, anti viral, anti bakterial, antidepresan, serta memodulasi imun dan fisiologis. Semua hal ini penting bagi peningkatan performa pada hewan (gambar 1).
Salah satu keunikan PFA(Phytogenic Feed Additive)adalah kemampuannya sebagai penambah rasa (flavouring) pada pakan. Rasa pakan melibatkan respon fisiologis yang komplit terhadap hewan, yaitu kombinasi dari rasa yang berhubungan dengan reseptor di rongga mulut dan aroma yang berhubungan dengan indra penciuman. Respon ini berbeda-beda pada masing-masing spesies hewan karena adanya perbedaan jumlah sensor perasa pada tiap-tiap spesies (tabel 1).
Sejak satu dekade yang lalu, para peneliti telah menguji beberapa penggunaan phytogenicseperti tanaman aromatik (jahe, kunyit, ketumbar), bahan-bahan herbal (berasal dari akar, daun, atau kulit kayu), minyak esensial (yang diperoleh dari proses penguapan hidro-destilasi komponen tanaman),maupun Oleoresin (hasil dari ekstrak tanaman yang tidak larut air) untuk ditambahkan pada pakan hewan sebagai PFA.
Bahan aktif yang terkandung dalam PFA ini diketahui dapat meningkatkan pertumbuhan, kecernaan nutrisi,dan kesehatan usus.Dengan demikian dapat meningkatkan keuntungan secara ekonomi pada produksi ternak (Ahmed Aufy dan Tobias Steiner, 2012).
Meningkatkan Bobot
Penggunaan minyak esensial berhubungan dengan peningkatan performa dan kesehatan pada hewan ternak. Pada penelitian dengan menggunakan channel catfish, penambahan produk yang mengandung minyak esensial pada pakan dapat meningkatkan asupan pakan dan bobot badan ikan dibandingkan dengan kelompok kontrol tanpa PFA(tabel 2).
Dari hasil penelitian tersebut, ikan-ikan kelompok perlakuan dengan minyak esensial mencapai bobot badan yang lebih baik (76.9 ± 20 vs 53.4 ± 3.2 g/ekor) daripada kelompok kontrol dan memiliki Specific Growth Rate lebih baik pula (1.8 ± 0.1 vs 1.5 ± 0.1). Selain itu, asupan pakan juga meningkat (104.3 ± 3.6 vs 79.6 ± 3.0 g/ekor) dikarenakan ada peningkatan palatibilitas pakan tersebut. Terdapat penurunan FCR (1.36 vs 1.51) pada ikan yang diberi perlakuan minyak esensial, meskipun tidak terlalu signifikan (P>0.05) (Brian C. Petterson, 2011)
Vaksin vibrio polivalen mampu dongkrak SR kerapu 10 - 15 % dan tingkatkan bobot ikan 20 - 30 %, sayang aplikasinya di lapangan masih sulit bagi pembudidaya
Salah satu penyakit utama yang menyerang ikan kerapu adalah vibriosis. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen Vibrio alginolyticus ini merugikan industri budidaya ikan kerapu karena dapat menyebabkan kematian, bahkan mortalitas (tingkat kematian) dapat mencapai 100 %.
Ketua Forum Komunikasi Kerapu Lampung, Mulia Bangun Sitepu pun membenarkan, beberapa waktu lalu vibriosis kembali banyak ditemukan di seputar Pantai Mutun dan perairan wilayah Ringgung, Lampung. ”Banyak menyerang ikan kerapu ukuran besar dan aktif,” jelasnya. Ditambahkan dia, penyakit pada ikan kerapu ini masih bersifat klasik, dicirikan dengan adanya borok pada pangkal strip ekor dan warna merah pada mulut.
Sementara itu, dimintai keterangannya Yani Lestari Nur’aini perekayasa Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur mengatakan, kejadian vibriosis dapat dicegah dengan melakukan perbaikan lingkungan, memutus sumber infeksi, dan penggunaan benih bebas virus. “Sementara secara internal individu ikan, perlu ditingkatkan daya tahan tubuh melalui perbaikan nutrisi dan peningkatan imunitas,” imbuh dia.
Peningkatan imunitas ikan, lanjut Yani, salah satunya dengan penggunaan vaksin (lebih tepatnya bakterin). Dikatakan Yani, vaksinasi pada ikan akan mampu meningkatkan produksi yang ditunjukkan dengan terdongkraknya Survival Rate/SR (tingkat hidup) dan Grow Rate/GR (laju pertumbuhan). Disamping itu, meningkatkan keamanan konsumen dan keamanan lingkungan. “Dari hasil uji lapang dan informasi pembudidaya ikan di Situbondo, vaksin vibrio polivalen dapat meningkatkan SR 10 - 15 % dan terjadi kenaikan bobot ikan sebesar 20 - 30 %,” jelasnya.
Masih menurut Yani, untuk segmen pembenihan, keuntungan secara ekonomi yang bisa diperoleh dari vaksinasi antara lain dapat meningkatkan berat benih sampai 38 %. Ia menyebutkan, vaksin vibrio yang sudah beredar di lapangan adalah vaksin vibrio polivalen buatan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Produk ini sudah dipatenkan dan pemasarannya bekerjasama dengan sebuah perusahaan swasta. “Harganya masih terjangkau, maksudnya sepadan dengan harga ikan kerapu yang tinggi,” tambah Yani.
Aplikasi
Diterangkan Yani, penggunaanvaksinasi dilakukan pada berbagai fase sesuai umur ikan. Semisal, calon induk yang telah divaksinasiperlu dilakukan pengulangan (booster) pada hari ke 7, dan setelah itu divaksin ulang setiap 2 - 3 bulan. Selain divaksin 2 - 3 bulan sekali dalam pemeliharaan, induk juga idealnya divaksin 4 minggu sebelum dipijahkan dan booster pada 3 minggu sebelum dipijahkan.
Sedangkan untuk benih ukuran < 6 cm, aplikasi vaksinasi dengan cara perendaman (dipping). Ukuran sekitar 7 - 10 cm divaksin dengan injeksi, 1 minggu kemudian di-booster, 1 minggu kemudian (minimal) baru ditebar atau dijual. “Untuk pembesaran di KJA (Keramba Jaring Apung-red) dilakukan vaksinasi ulang setiap 2 - 3 bulan,” jelas dokter hewan lulusan UGM ini.
Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto mengatakan,penggunaan vaksin bisa mengurangi kematian dan meningkatkan pertumbuhan. Salah satu indikasi vaksin itu berfungsi pada tubuh ikan adalah nafsu makan bertambah. “Itu dampak sekunder dari vaksin selain utamanya mencegah serangan penyakit,” ungkap pria yang pernah menjabat Kepala BBAP Situbondo ini.
Sistem teaching factory akan mendukung pola pendidikan vokasi yang diarahkan pada penguasaan keahlian tertentu
Demi membekali masyarakat agar siap terjun di lingkungan dengantuntutan kompetensi pekerjaannya kian tinggi, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)mengambil langkah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Hal itu ditempuh melalui pendidikan, menanamkan jiwa wirausaha di setiap jenjang dan tingkat pendidikan serta berusaha memperluas lapangan kerja.
Sutardjo Konsep yang diterapkan salah satunya dengan teaching factory yang mulanya dikembangkan dari sekolah kejuruan menjadi model sekolah produksi. Menurut Menteri Kelautan dan Perikanan, Sharif CicipSutardjo, mengatakan, sistem teaching factory akan mendukung pola pendidikan vokasi yang diarahkan pada penguasaan keahlian tertentu.
Ia menjelaskan, dalam hal ini unit pendidikan yang melaksanakannya diharuskan mempunyai sebuah unit usaha atau unit produksi sebagai tempat untuk pembelajaran siswa. Di situ, siswa secara langsung melakukan praktik dengan memproduksi barang atau jasa yang mampu dijual ke konsumen.
Lebih lanjut Sharif mengatakan, pada era globalisasi, negara dengan kualitas SDM yang begitu tinggi,Hal inilah yang diharapkan menjadioutput SDM kelautan dan perikanan nantinya. “Dengan basis teaching factory ini pengajaran akan lebih mengarah ke 70% praktik dan 30% teori. Sehingga ketika terjun ke dunia kerja, para lulusan yang sudah terbiasa dalam praktik kerja ini nantinya bisa langsung mendapatkan lapangan pekerjaan atau menjadi pengusaha untuk membangun perekonomian kelautan dan perikanan,” ujarnya.
Tingkatkan Status
Konsep inilah yang kemudian diterapkan di Sekolah Tinggi Perikanan (STP) untuk mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan. Dijelaskan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan (BPSDMKP), Sjarief Widjaja, STP ditingkatkan statusnya menjadi Institut Kelautan dan Perikanan Nasional (IKPN) agar bisa memenuhi standar sertifikasi dunia industri, serta untuk menopang keberhasilan industrialisasi kelautan dan perikanan.
Sjarief mengatakan, untuk itu kampus ini akan mengadopsi sistem vokasi bertaraf internasional pada jenjang diploma, magister sains terapan dan doktor sains terapan.Kesiapan yang diharapkan dari STP adalah membuat mekanisme paralel. Dari pihak BPSDMKP mengajukan perizinan dan sebagainya, serta dari bagian internal KKP lain melakukan penguatan.
Salah satunya yakni mengundang para mitra dari industri untuk membuat program bersama. “Misalkan untuk bidang bioteknologi, saya mintakan mereka datang ke sini untuk membuat pabrik mini bioteknologi. Jadi sistemnya menjadi reverse engineering yang meminta mereka bekerja dulu di lapangan, improvisasi dulu, setelah itu kita tarik teorinya,” jelas Sjarief.
Pengembangan Kampus
Sjarief menjelaskan, kampus ini berdiri di luasan kawasan 15,3 ha yang merupakan hibah dari pemerintah Kabupaten Karawang. Pembangunannya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dari 2011-2014 sebesar Rp 30-35 miliar. Pembangunan kampus akan dibagi ke dalam 3 tahap, yakni tahap pertama pada 2012 ini berupa pembangunan gedung administrasi, 2 gedung teaching factory pengolahan dan permesinan perikanan. Masing-masing bangunan seluas 8.000 m2.
Lanjut Sjarief, untuk kegiatan budidaya, peralatan sudah diadakan sejak 2011 melalui APBN Plus. Teaching factory untuk budidaya ini merupakan kawasan budidaya seluas 2 ha yang memiliki tambak intensif serta dilengkapi hatchery dan laboratorium ikan.Juga 1 gedung asrama mahasiswa (terdiri atas 3) lantai yang pada tahun ini disiapkan untuk menampung 284 taruna. Dan diharapkan akan dilanjutkan hingga 3 bangunan asrama selanjutnya.
Kemudian tahap ke dua pada2013 akan dibangun pintu gerbang, gedung rektorat, fasilitas pendukung budidaya serta gedung sebaguna. Tak lupa pula fasilitas ibadah seperti masjid mulai dibangun. Dan tahap terakhir pada 2014, akan melengkapi fasilitas ibadah, gedung serbaguna, fasilitas pendukung perikanan tangkap seperti simulator navigasi kelautan, fishing gear room,fasilitas Basic Safety Training(BST), kolam, serta perumahan para pembina.