Sabtu, 15 Juni 2013

Vaksinasi Vibrio Dongkrak Produksi Kerapu

Vaksin vibrio polivalen mampu dongkrak SR kerapu 10 - 15 % dan tingkatkan bobot ikan 20 - 30 %, sayang aplikasinya di lapangan masih sulit bagi pembudidaya
Salah satu penyakit utama yang menyerang ikan kerapu adalah vibriosis. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen Vibrio alginolyticus ini merugikan industri budidaya ikan kerapu karena dapat menyebabkan kematian, bahkan mortalitas (tingkat kematian) dapat mencapai 100 %.
Ketua Forum Komunikasi Kerapu Lampung, Mulia Bangun Sitepu pun membenarkan, beberapa waktu lalu vibriosis kembali banyak ditemukan di seputar Pantai Mutun dan perairan wilayah Ringgung, Lampung. ”Banyak menyerang ikan kerapu ukuran besar dan aktif,” jelasnya. Ditambahkan dia, penyakit pada ikan kerapu ini masih bersifat klasik, dicirikan dengan adanya borok pada pangkal strip ekor dan warna merah pada mulut.
Sementara itu, dimintai keterangannya Yani Lestari Nur’aini perekayasa Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Situbondo, Jawa Timur mengatakan, kejadian vibriosis dapat dicegah dengan melakukan perbaikan lingkungan, memutus sumber infeksi, dan penggunaan benih bebas virus. “Sementara secara internal individu ikan, perlu ditingkatkan daya tahan tubuh melalui perbaikan nutrisi dan peningkatan imunitas,” imbuh dia.
Peningkatan imunitas ikan, lanjut Yani, salah satunya dengan penggunaan vaksin (lebih tepatnya bakterin). Dikatakan Yani, vaksinasi pada ikan akan mampu meningkatkan produksi yang ditunjukkan dengan terdongkraknya Survival Rate/SR (tingkat hidup) dan Grow Rate/GR (laju pertumbuhan). Disamping itu, meningkatkan keamanan konsumen dan keamanan lingkungan. “Dari hasil uji lapang dan informasi pembudidaya ikan di Situbondo, vaksin vibrio polivalen dapat meningkatkan SR 10 - 15 % dan terjadi kenaikan bobot ikan sebesar 20 - 30 %,” jelasnya.
Masih menurut Yani, untuk segmen pembenihan, keuntungan secara ekonomi yang bisa diperoleh dari vaksinasi antara lain dapat meningkatkan berat benih sampai 38 %. Ia menyebutkan, vaksin vibrio yang sudah beredar di lapangan adalah vaksin vibrio polivalen buatan Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta. Produk ini sudah dipatenkan dan pemasarannya bekerjasama dengan sebuah perusahaan swasta. “Harganya masih terjangkau, maksudnya sepadan dengan harga ikan kerapu yang tinggi,” tambah Yani.

Aplikasi
Diterangkan Yani, penggunaanvaksinasi dilakukan pada berbagai fase sesuai umur ikan. Semisal, calon induk yang telah divaksinasiperlu dilakukan pengulangan (booster) pada hari ke 7, dan setelah itu divaksin ulang setiap 2 - 3 bulan. Selain divaksin  2 - 3 bulan sekali dalam pemeliharaan, induk juga idealnya divaksin 4 minggu sebelum dipijahkan dan booster pada 3 minggu sebelum dipijahkan.
Sedangkan untuk benih ukuran < 6 cm, aplikasi vaksinasi dengan cara perendaman (dipping). Ukuran sekitar 7 - 10 cm divaksin dengan injeksi, 1 minggu kemudian di-booster, 1 minggu kemudian (minimal) baru ditebar atau dijual. “Untuk pembesaran di KJA (Keramba Jaring Apung-red) dilakukan vaksinasi ulang setiap 2 - 3 bulan,” jelas dokter hewan lulusan UGM ini.
Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Slamet Soebjakto mengatakan,penggunaan vaksin bisa mengurangi kematian dan meningkatkan pertumbuhan. Salah satu indikasi vaksin itu berfungsi pada tubuh ikan adalah nafsu makan bertambah. “Itu dampak sekunder dari vaksin selain utamanya mencegah serangan penyakit,” ungkap pria yang pernah menjabat Kepala BBAP Situbondo ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.